1. LAHIRNYA SIAW LIEM SIE KUNG FU
Sekitar tahun 550 Masehi, Dharma Taishi,
biksu Budha ke-28 pindah dari tempat tinggalnya di Baramon, India ke
Tiongkok. Kemudian ia menetap di kuil Siauw Liem Sie, di dekat kota
Enshi, Propinsi Kwa Nam.
Selama
di dalam perjalanan kepindahan dan pengembaraannya dari India ke
Tiongkok, Dharma Taishi menyebarkan agama Budha dan mengalami banyak
tantangan, hinaan dan ancaman yang nyaris merenggut jiwanya. Dari
pengalamannya tersebut timbul keyakinan di dalam dirinya, bahwa seorang
calon biksu sebaiknya juga melengkapi dan melatih ketahaan jasmaninya,
disamping membersihkan rohaninya untuk mencapai nirwana dengan
bersemedi.
Dalam
ajaran Budha diyakini bahwa hidup berasal dari kosong atau tiada, dan
kemudian dilengkapi oleh Dharma Taishi, tentang keyakinan bahwa hidup
tidaklah mencapai kesempurnaan apabila tidak dapat membela dan membantu
sesama yang ditimpa atau mengalami kemalangan.
Dharma
Taishi selama bermukim di India belajar Indo-Kempo (silat India).
Berbagai tantangan yang dihadapinya dalam proses kepindahan dan
pengembaraannya di Tiongkok, membuatnya mempelajari pula berbagai
aliran silat Tiongkok kuno. Ia mengasingkan diri dan bertapa selama 9
(sembilan) tahun dan bertekad serta berhasil menyusun suatu seni
mempertahankan diri yang dimaksudkan sebagai syarat dan mata pelajaran
bagi calon biksu Budha. Sejak itu seni beladiri yang disusunnya itu
telah menjadi bagian dari pendidikan keagamaan Zen Budhisme.
Nama
Tatmo Cowsu yang sering muncul dalam cerita silat klasik Tiongkok tidak
lain adalah Dharma Taishi yang menciptakan seni beladiri Siauw Liem Sie
Kung Fu. Seni beladiri ini diajarkan secara rahasia kepada calon biksu
di dalam kuil Siau Liem Sie.
2. PERANG BOXER
Awal abad ke-20 pada tahun 1900–1901, di Tiongkok meletus perlawanan rakyat menentang kolonial Barat yang didukung oleh Ratu Tze Sji. Perang ini dikenal sebagai Perang Boxer. Perang ini dinyatakan sebagai Perang Boxer karena para pelakunya kebanyakan hanya mempergunakan kaki dan tangannya saja yaitu para murid-murid Siauw Liem Sie Kung Fu (yang di dalam bahasa Jepang dieja sebagai Shorinji Kempo), yang bertempur dengan gagah perkasa melawan persenjataan yang jauh lebih modern dari pihak kolonial Barat. Pihak Pihak kolonial Barat kemudian mampu mematahkan perlawanan rakyat Tiongkok berkat bala tentara yang besar dan peralatan perangnya yang lebih canggih. Banyak biksu dan pengikut Kempo yang melibatkan diri dalam perlawanan rakyat tersebut banyak yang dianiaya dan dibunuh. Organisasi dan latihan seni beladiri Siaw Liem Sie Kung Fu (Shorinji Kempo) dilarang dan kuil-kuil Siauw Liem Sie dirusak dan dibakar.
Para
biksu dan murid-murid Siaw Liem Sie Kung Fu (Shorinji Kempo) banyak
yang berhasil lolos dan melarikan diri kebeberapa daerah bahkan sampai
keluar dari daratan Tiongkok. Kebanyakan dari mereka masih berusia muda
dan belum sepenuhnya menguasai seni beladiri Kempo. Mereka yang lebih
menguasai teknik Goho(menangkis, memukul dan menendang) banyak yang
melarikan diri ke Muangthai dan mempengaruhi perkembangan seni beladiri
di daerah tersebut, sehingga muncul beladiri Thai Boxing. Adapun yang
melarikan diri ke kepulauan Okinawa (disebelah selatan Jepang) membentuk
beladiri Okinawate (sekarang Karate). Mereka yang melarikan diri ke
kepulauan Jepang lainyya dan lebih menguasai teknik Juho (membanting dan
mengunci) akhirnya membentuk beladiri Ju-Jitsu, Aikido dan Judo. Siauw
Liem Sie Kung Fu atau Shorinji Kempo merupakan seni beladiri yang
tertua.
3. DOKTRIN SIAW LIEM SIE KUNG FU - SHORINJI KEMPO
Dengan dilandasi keyakinan bahwa sesama manusia dilarang saling membunuh dan menyakiti, maka setiap Kenshi (orang yang mempelajari seni beladiri Kempo) dilarang untuk menyerang terlebih dahulu sebelum diserang. Hal ini merupakan realisasi dari dan sesuai dengan Doktrin Kempo yaitu :
"Perangilah dirimu sebelum memerangi orang lain"
Doktrin
ini mempengaruhi susunan teknik seni beladiri Kempo, sehingga gerakan
teknik selalu dimulai dengan teknik mengelak atau menangkis serangan,
baru kemudian dilanjutkan dengan teknik membalas menyerang dengan cara
memukul dan/atau menendang, gerakan atau teknik ini dinamakan Goho,
artinya gerakan atau teknik yang keras. Selanjutnya gerakan atau teknik
Goho ini diikuti dengan teknik membanting dan mengunci, gerakan atau
teknik ini dinamakan Juho, artinya gerakan atau teknik yang lunak. Kedua teknik ini, Goho dan Juho, wajib dikuasai secara seimbang oleh seorang Kenshi.
4. LAHIR KEMBALI DAN BERKEMBANGNYA SHORINJI KEMPO
Sekian
lama setelah meletusnya Perang Boxer, eksistensi Siaw Liem Sie Kung Fu
secara fisik menghilang. Di Tiongkok Siaw Liem Sie Kung Fu semakin
mengalami kemunduran ketika Kung Chan Tang (Partai Komunis
Tiongkok) berkuasa. Gerakan teknik Siaw Liem Sie Kung Fu yang
diperbolehkan ketika itu hanyalah yang menyerupai senam saja (Tai Kyo-Kuen).
Di
Jepang sendiri Siaw Liem Sie Kung Fu atau Shorinji Kempo baru bangkit
setelah Perang Dunia ke-II, yaitu pada tahun 1945. Sejarahnya dimulai
ketika seorang pemuda Jepang bernama So Doshin dikirim ke Tiongkok
sebagai anggota pasukan ekspedisi Jepang ke Manchuria pada tahun 1928.
So Doshin yang tidak sepaham dengan cara penjajahan Jepang melarikan
diri dari induk pasukannya dan mengembara di daratan Tiongkok. Dalam
pengembaraannya ia bertemu dengan pendeta Budha dan belajar Kung Fu di
kuil Siaw Liem Sie dibawah asuhan Wen Tay Son,
Mahaguru Kempo ke-20. Berkat ketekunan dan penguasaan Kempo yang baik,
So Doshin akhirnya dinobatkan menjadi Mahaguru ke-21, menggantikan Wen
Tay Son yang meninggal dunia.
Pada
tahun 1945 setelah 17 tahun belajar di kuil Siaw Liem Sie, dan
berakhirnya Perang Dunia II, So Doshin kembali ke Jepang. Di Jepang ia
mendirikan Dojo (tempat berlatih) seni beladiri yang dinamakannya "Shorinji Kempo"
di kota Tadotsu yang terletak di pulau Shikoku, Propinsi Kagawa, yang
kemudian terkenal sebagai pusat Shorinji Kempo. Banyak murid So Doshin
yang berasal dari daerah di sekitar dojo tersebut, maupun dari daerah
lain di luar Jepang. So Doshin menerapkan disiplin yang tinggi, namun
penuh welas asih yang mencerminkan falsafah dan lambang Shorinji Kempo
berupa Manji yang berputar ke kiri, yang berarti adanya dan
dipeliharanya keseimbangan dan keharmonisan antara Kasih sayang dan
Kekuatan.
"Kasih Sayang tanpa Kekuatan adalah Kelemahan, Kekuatan tanpa Kasih Sayang adalah Kezaliman"
5. Shorinji Kempo di Indonesia
Sejak
akhir tahun 1959, pemerintah Jepang menerima mahasiwa dan pemuda
Indonesia untuk belajar dan latihan sebagai salah satu bentuk pembayaran
pampasan perang. Sejak itu secara bergelombang dari tahun ke tahun
sampai tahun 1965, ratusan mahasiswa dan pemuda Indonesia mendapat
kesempatan belajar di Jepang. Tidak sedikit diantara mereka itu
memanfaatkan waktu senggang dan liburannya untuk belajar serta
memperdalam seni beladiri seperti Karate, Judo, Ju Jit Su dan juga
Shorinji Kempo.
Sepulangnya di tanah air, mereka bukan saja menggondol ijazah sesuai dengan bidang studinya tetapi juga memperoleh tambahan berupa penguasaan seni bela diri seperti tersebut diatas. Pada tahun 1964, dalam suatu acara kesenian yang dipertunjukkan mahasiswa Indonesia untuk menyambut tamu-tamu dari tanah airnya, seorang pemuda yang bernama UTIN SAHRAS mendemonstrasikan kebolehannya bermain Kempo. Ia datang di Jepang pada tahun 1960 dan tinggal di Tokyo sebagai Trainee Pampasan.
Apa yang didemonstrasikannya itu menarik minat pemuda dan mahasiswa Indonesia lainnya, diantaranya Indra Kartasasmita dan Ginanjar Kartasasmita serta beberapa orang lainnya. Mereka lalu datang ke pusat Shorinji Kempo di kota Tadotsu untuk menimba langsung seni bela diri itu dari Sihangnya.
Untuk meneruskan warisan seni bela diri itu seperti apa yang mereka peroleh di Jepang, ketiga pemuda itu, yaitu Utin Syahraz (almarhum), Indra Kartasasmita dan Ginanjar Kartasasmita, bertekad melahirkan dan membentuk suatu wadah yang bernama PERKEMI (Persaudaraan Bela Diri Kempo Indonesia), dan resmi dibentuk pada tanggal 2 Februari 1966. Kini PERKEMI telah melahirkan jutaan kenshi yang tersebar diseluruh Indonesia. Selain itu merupakan salah satu organisasi induk yang bernaung di bawah KONI Pusat, PERKEMI juga menjadi anggota penuh dari Federasi Kempo se-Dunia atau WOSKO (World Shorinji Kempo Organization), yang berpusat di kuil Shorinji Kempo di kota Tadotsu, Jepang.
Sepulangnya di tanah air, mereka bukan saja menggondol ijazah sesuai dengan bidang studinya tetapi juga memperoleh tambahan berupa penguasaan seni bela diri seperti tersebut diatas. Pada tahun 1964, dalam suatu acara kesenian yang dipertunjukkan mahasiswa Indonesia untuk menyambut tamu-tamu dari tanah airnya, seorang pemuda yang bernama UTIN SAHRAS mendemonstrasikan kebolehannya bermain Kempo. Ia datang di Jepang pada tahun 1960 dan tinggal di Tokyo sebagai Trainee Pampasan.
Apa yang didemonstrasikannya itu menarik minat pemuda dan mahasiswa Indonesia lainnya, diantaranya Indra Kartasasmita dan Ginanjar Kartasasmita serta beberapa orang lainnya. Mereka lalu datang ke pusat Shorinji Kempo di kota Tadotsu untuk menimba langsung seni bela diri itu dari Sihangnya.
Untuk meneruskan warisan seni bela diri itu seperti apa yang mereka peroleh di Jepang, ketiga pemuda itu, yaitu Utin Syahraz (almarhum), Indra Kartasasmita dan Ginanjar Kartasasmita, bertekad melahirkan dan membentuk suatu wadah yang bernama PERKEMI (Persaudaraan Bela Diri Kempo Indonesia), dan resmi dibentuk pada tanggal 2 Februari 1966. Kini PERKEMI telah melahirkan jutaan kenshi yang tersebar diseluruh Indonesia. Selain itu merupakan salah satu organisasi induk yang bernaung di bawah KONI Pusat, PERKEMI juga menjadi anggota penuh dari Federasi Kempo se-Dunia atau WOSKO (World Shorinji Kempo Organization), yang berpusat di kuil Shorinji Kempo di kota Tadotsu, Jepang.
Sejak tahun 1966 sampai tahun 1976, PB. PERKEMI mengadakan pemilihan pengurus setiap dua tahun sekali. Tapi sejak
tahun 1976 sampai sekarang masa bakti pengurus berlangsung selama empat
tahun. Sejak didirikannya pada tanggal 2 Februari 1966, PB. PERKEMI
telah banyak melakukan kegiatan yang sifatnya lokal, nasional dan
internasional. Tahun 1970 telah diselenggarakan Kejuaraan Nasional Kempo
yang pertama di Jakarta, dan sampai sekarang masih terus berlanjut.
Begitu juga dengan Kejuaraan antar Perguruan Tinggi, dimana diadakan
pertama kalinya pada tahun 1971 yang sampai sekarang berjalan terus
setiap dua tahun sekali. Selain itu sejak PON IX/1977 di Jakarta, Kempo
termasuk salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan.
Perkembangan hingga kini, sangat membanggakan dengan dicanangkannya PERKEMI Go International
melalui terobosan-terobosan yang penuh dedikasi dan perjuangan yang tak
pernah lelah, dimulai sekitar tahun 2003, maka babak baru PERKEMI
dengan tampilnya Kempo di ajang SEA GAMES 24 Thailand menunjukkan
PERKEMI mampu mendobrak kekakuan Jepang di dalam mengembangkan Kempo
pada kegiatan multievent internasional/regional melalui multievent SEA
GAMES, dan akan diusahakan terus menapak ke level Asian Games dan bahkan
Olimpiade.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar