Minggu, Desember 9

Jadwal Latihan Rutin Kempo Kota Bandar Lampung

Tempat Latihan:
1. Dojo Sumpah Pemuda
    Tempat : Gelanggang Olah Raga Sumpah Pemuda
    Hari      : Rabu, Jum'at Jam 19.30 s/d selesai dan Minggu Jam 08.00 s/d selesai
    Contact Person :  Fina 089632552899 & 082380729255
2. Dojo Saburai
    Tempat : Gelanggang Olah Raga Saburai
    Hari      : Senin dan Kamis Jam 19.30 s/d selesai
    Contact Person : Robby 081272847747
3. Dojo Nusa Indah
    Tempat : Jln. Nusa Indah No. 49 Kel. Rawa Laut Kec. Tanjung Karang Timur
    Hari      : Senin dan Kamis Jam 15.30 s/d selesai
    Contact Person : Misgi 085269143917
4. Dojo Beringin Raya
    Tempat : Jln. Lombok Blok D9 Perum Beringin Raya Kemiling
    Hari      : Senin dan Rabu Jam 19.30 s/d selesai
    Contact Person : Oscar 082178333310
5. Dojo Gedung Air
    Tempat : Aula Kelurahan Gedung Air Imam Bonjol
    Hari      : Selasa dan Jum'at Jam 19.30 s/d selesai
    Contact Person: Daus 085381121009 & 085769933001
6. Dojo Darmajaya
    Tempat : Jln. Z.A. Pagar Alam,  Kampus IBI Darmajaya
    Hari      : Selasa dan kamis Jam 15.30 s/d selesai
    Contact Person : Adhi 08975782805 & 082371130814

Minggu, November 18

Sejarah Kempo

1. LAHIRNYA SIAW LIEM SIE KUNG FU
Sekitar tahun 550 Masehi, Dharma Taishi, biksu Budha ke-28 pindah dari tempat tinggalnya di Baramon, India ke Tiongkok. Kemudian ia menetap di kuil Siauw Liem Sie, di dekat kota Enshi, Propinsi Kwa Nam.
Selama di dalam perjalanan kepindahan dan pengembaraannya dari India ke Tiongkok, Dharma Taishi menyebarkan agama Budha dan mengalami banyak tantangan, hinaan dan ancaman yang nyaris merenggut jiwanya. Dari pengalamannya tersebut timbul keyakinan di dalam dirinya, bahwa seorang calon biksu sebaiknya juga melengkapi dan melatih ketahaan jasmaninya, disamping membersihkan rohaninya untuk mencapai nirwana dengan bersemedi.
Dalam ajaran Budha diyakini bahwa hidup berasal dari kosong atau tiada, dan kemudian dilengkapi oleh Dharma Taishi,  tentang keyakinan bahwa hidup tidaklah mencapai kesempurnaan apabila tidak dapat membela dan membantu sesama yang ditimpa atau mengalami kemalangan.
Dharma Taishi selama bermukim di India belajar Indo-Kempo (silat India). Berbagai tantangan yang dihadapinya dalam proses kepindahan dan pengembaraannya di Tiongkok,  membuatnya mempelajari pula berbagai aliran silat Tiongkok kuno. Ia mengasingkan diri dan bertapa selama 9 (sembilan) tahun dan bertekad serta berhasil menyusun suatu seni mempertahankan diri yang dimaksudkan sebagai syarat dan mata pelajaran bagi calon biksu Budha. Sejak itu seni beladiri yang disusunnya itu telah menjadi bagian dari pendidikan keagamaan Zen Budhisme.
Nama Tatmo Cowsu yang sering muncul dalam cerita silat klasik Tiongkok tidak lain adalah Dharma Taishi yang menciptakan seni beladiri Siauw Liem Sie Kung Fu. Seni beladiri ini diajarkan secara rahasia kepada calon biksu di dalam  kuil Siau Liem Sie.

2. PERANG BOXER


Awal abad ke-20 pada tahun 1900–1901, di Tiongkok meletus perlawanan rakyat menentang kolonial Barat yang didukung oleh Ratu Tze Sji. Perang ini dikenal sebagai Perang Boxer. Perang ini dinyatakan sebagai Perang Boxer karena para pelakunya kebanyakan hanya mempergunakan kaki dan tangannya saja yaitu para murid-murid Siauw Liem Sie Kung Fu (yang di dalam bahasa Jepang dieja sebagai Shorinji Kempo), yang bertempur dengan gagah perkasa melawan persenjataan yang jauh lebih modern dari pihak kolonial Barat. Pihak Pihak kolonial Barat kemudian mampu mematahkan perlawanan rakyat Tiongkok berkat bala tentara yang besar dan peralatan perangnya yang lebih canggih. Banyak biksu dan pengikut Kempo yang melibatkan diri dalam perlawanan rakyat tersebut banyak yang dianiaya dan dibunuh. Organisasi dan latihan seni beladiri Siaw Liem Sie Kung Fu (Shorinji Kempo) dilarang dan kuil-kuil Siauw Liem Sie dirusak dan dibakar.
Para biksu dan murid-murid Siaw Liem Sie Kung Fu (Shorinji Kempo) banyak yang berhasil lolos dan melarikan diri kebeberapa daerah bahkan sampai keluar dari daratan Tiongkok. Kebanyakan dari mereka masih berusia muda dan belum sepenuhnya menguasai seni beladiri Kempo. Mereka yang lebih menguasai teknik Goho(menangkis, memukul dan menendang) banyak yang melarikan diri ke Muangthai dan mempengaruhi perkembangan seni beladiri di daerah tersebut, sehingga muncul beladiri Thai Boxing. Adapun yang melarikan diri ke kepulauan Okinawa (disebelah selatan Jepang) membentuk beladiri Okinawate (sekarang Karate). Mereka yang melarikan diri ke kepulauan Jepang lainyya dan lebih menguasai teknik Juho (membanting dan mengunci) akhirnya membentuk beladiri Ju-Jitsu, Aikido dan Judo. Siauw Liem Sie Kung Fu atau Shorinji Kempo merupakan seni beladiri yang tertua.

3
. DOKTRIN SIAW LIEM SIE KUNG FU - SHORINJI KEMPO

Dengan dilandasi keyakinan bahwa sesama manusia dilarang saling membunuh dan menyakiti, maka setiap Kenshi (orang yang mempelajari seni beladiri Kempo) dilarang untuk menyerang terlebih dahulu sebelum diserang. Hal ini merupakan realisasi dari dan sesuai dengan Doktrin Kempo yaitu :
"Perangilah dirimu sebelum memerangi orang lain"
Doktrin ini mempengaruhi susunan teknik seni beladiri Kempo, sehingga gerakan teknik selalu dimulai dengan teknik mengelak atau menangkis serangan, baru kemudian dilanjutkan dengan teknik membalas menyerang dengan cara memukul dan/atau menendang, gerakan atau teknik ini dinamakan Goho, artinya gerakan atau teknik yang keras. Selanjutnya gerakan atau teknik Goho ini diikuti dengan teknik membanting dan mengunci, gerakan atau teknik ini dinamakan Juho, artinya gerakan atau teknik yang lunak. Kedua teknik ini, Goho dan Juho, wajib dikuasai secara seimbang oleh seorang Kenshi.
4. LAHIR KEMBALI DAN BERKEMBANGNYA SHORINJI KEMPO
Sihang So Doshin
Sekian lama setelah meletusnya Perang Boxer, eksistensi Siaw Liem Sie Kung Fu secara fisik menghilang. Di Tiongkok Siaw Liem Sie Kung Fu semakin mengalami kemunduran ketika Kung Chan Tang (Partai Komunis Tiongkok) berkuasa. Gerakan teknik Siaw Liem Sie Kung Fu yang diperbolehkan ketika itu hanyalah yang menyerupai senam saja (Tai Kyo-Kuen).
Di Jepang sendiri Siaw Liem Sie Kung Fu atau Shorinji Kempo baru bangkit setelah Perang Dunia ke-II, yaitu pada tahun 1945. Sejarahnya dimulai ketika seorang pemuda Jepang bernama So Doshin dikirim ke Tiongkok sebagai anggota pasukan ekspedisi Jepang ke Manchuria pada tahun 1928. So Doshin yang tidak sepaham dengan cara penjajahan Jepang melarikan diri dari induk pasukannya dan mengembara di daratan Tiongkok. Dalam pengembaraannya ia bertemu dengan pendeta Budha dan belajar Kung Fu di kuil Siaw Liem Sie dibawah asuhan Wen Tay Son, Mahaguru Kempo ke-20. Berkat ketekunan dan penguasaan Kempo yang baik, So Doshin akhirnya dinobatkan menjadi Mahaguru ke-21, menggantikan Wen Tay Son yang meninggal dunia.
Pada tahun 1945 setelah 17 tahun belajar di kuil Siaw Liem Sie, dan berakhirnya Perang Dunia II, So Doshin kembali ke Jepang. Di Jepang ia mendirikan Dojo (tempat berlatih) seni beladiri yang dinamakannya "Shorinji Kempo" di kota Tadotsu yang terletak di pulau Shikoku, Propinsi Kagawa, yang kemudian terkenal sebagai pusat Shorinji Kempo. Banyak murid So Doshin yang berasal dari daerah di sekitar dojo tersebut, maupun dari daerah lain di luar Jepang. So Doshin menerapkan disiplin yang tinggi, namun penuh welas asih yang mencerminkan falsafah dan lambang Shorinji Kempo berupa Manji yang berputar ke kiri, yang berarti adanya dan dipeliharanya keseimbangan dan keharmonisan antara Kasih sayang dan Kekuatan.
                              "Kasih Sayang tanpa Kekuatan adalah Kelemahan,                                Kekuatan tanpa Kasih Sayang adalah Kezaliman"
honbu

5. Shorinji Kempo di Indonesia
Sensei Indra KartasasmitaSejak akhir tahun 1959, pemerintah Jepang menerima mahasiwa dan pemuda Indonesia untuk belajar dan latihan sebagai salah satu bentuk pembayaran pampasan perang. Sejak itu secara bergelombang dari tahun ke tahun sampai tahun 1965, ratusan mahasiswa dan pemuda Indonesia mendapat kesempatan belajar di Jepang. Tidak sedikit diantara mereka itu memanfaatkan waktu senggang dan liburannya untuk belajar serta memperdalam seni beladiri seperti Karate, Judo, Ju Jit Su dan juga Shorinji Kempo.

Sepulangnya di tanah air, mereka bukan saja menggondol ijazah sesuai dengan bidang studinya tetapi juga memperoleh tambahan berupa penguasaan seni bela diri seperti tersebut diatas. Pada tahun 1964, dalam suatu acara kesenian yang dipertunjukkan mahasiswa Indonesia untuk menyambut tamu-tamu dari tanah airnya, seorang pemuda yang bernama UTIN SAHRAS mendemonstrasikan kebolehannya bermain Kempo. Ia datang di Jepang pada tahun 1960 dan tinggal di Tokyo sebagai Trainee Pampasan.

Apa yang didemonstrasikannya itu menarik minat pemuda dan mahasiswa Indonesia lainnya, diantaranya Indra Kartasasmita dan Ginanjar Kartasasmita serta beberapa orang lainnya. Mereka lalu datang ke pusat Shorinji Kempo di kota Tadotsu untuk menimba langsung seni bela diri itu dari Sihangnya.

Untuk meneruskan warisan seni bela diri itu seperti apa yang mereka peroleh di Jepang, ketiga pemuda itu, yaitu Utin Syahraz (almarhum), Indra Kartasasmita dan Ginanjar Kartasasmita, bertekad melahirkan dan membentuk suatu wadah yang bernama PERKEMI (Persaudaraan Bela Diri Kempo Indonesia), dan resmi dibentuk pada tanggal 2 Februari 1966. Kini PERKEMI telah melahirkan jutaan kenshi yang tersebar diseluruh Indonesia. Selain itu merupakan salah satu organisasi induk yang bernaung di bawah KONI Pusat, PERKEMI juga menjadi anggota penuh dari Federasi Kempo se-Dunia atau WOSKO (World Shorinji Kempo Organization), yang berpusat di kuil Shorinji Kempo di kota Tadotsu, Jepang.
Sejak tahun 1966 sampai tahun 1976, PB. PERKEMI mengadakan pemilihan pengurus setiap dua tahun sekali. Tapi sejak tahun 1976 sampai sekarang masa bakti pengurus berlangsung selama empat tahun. Sejak didirikannya pada tanggal 2 Februari 1966, PB. PERKEMI telah banyak melakukan kegiatan yang sifatnya lokal, nasional dan internasional. Tahun 1970 telah diselenggarakan Kejuaraan Nasional Kempo yang pertama di Jakarta, dan sampai sekarang masih terus berlanjut. Begitu juga dengan Kejuaraan antar Perguruan Tinggi, dimana diadakan pertama kalinya pada tahun 1971 yang sampai sekarang berjalan terus setiap dua tahun sekali. Selain itu sejak PON IX/1977 di Jakarta, Kempo termasuk salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan.
Perkembangan hingga kini, sangat membanggakan dengan dicanangkannya PERKEMI Go International melalui terobosan-terobosan yang penuh dedikasi dan perjuangan yang tak pernah lelah, dimulai sekitar tahun 2003, maka babak baru PERKEMI dengan tampilnya Kempo di ajang SEA GAMES 24 Thailand menunjukkan PERKEMI mampu mendobrak kekakuan Jepang di dalam mengembangkan Kempo pada kegiatan multievent internasional/regional melalui multievent SEA GAMES, dan akan diusahakan terus menapak ke level Asian Games dan bahkan Olimpiade.
1. KEMPO DAN BUDHISME

Seketika orang berkesimpulan bahwa ilmu beladiri Kempo berasal dari dataran Tiongkok. Namun anggapan seperti ini tidaklah semuanya benar. Kira-kira tahun 550 M. Pendeta Budha ke 28 yang bernama Dharma Taishi pindah dari tempat tinggalnya di Baramon (India) ke daratan Tiongkok. Ia menetap disebuah Kuil yang bernama SIAU LIEM SIE atau dikenal kemudian dengan sebutan SHORINJI yang terletak di Provinsi KWAN NAN.

Selama dalam perjalanan dari pengembaraannya, Dharma Taishi juga menyebarkan ajaran agama Budha. Dalam tugasnya ini, tidak sedikit tantangan, ancaman dan hinaan yang dialaminya. Bahkan nyaris merenggut jiwanya. Dari pengalaman-pengalamannya itu timbullah anggapan dalam dirinya, bahwa seseorang calon Bikshu sebaiknya juga melatih diri dengan ketahanan jasmaninya, disamping membersihkan rohaninya untuk mencapai nirwana dengan bersemedi.

Hidup adalah suatu perjuangan! Demikianlah telah menjadi hukum alam. Untuk dapat servive di alam yang fana ini, Tuhan telah mentakdirkan memberikan alat-alat untuk mempertahankan diri kepada makhluk ciptaannya.

Dalam ajaran agama Budha, dikatakan bahwa Hidup itu berasal dari “kosong” atau “tiada”. Namun oleh Dharma Taishi dilengkapinya, bahwa tidak ada gunanya menjadi “kosong” atau “suci”, jika tidak dapat atau tidak bisa membela sesama manusia yang ditimpa kemalangan dan butuh bantuan atau pertolongan kita.

Dharma Taishi yang bergelar Pendeta Budha ke-28 selama di India pernah belajar INDO KEMPO (silat India), dan karena tantangan-tantangan yang dihadapi dalam pengembaraannya di Tiongkok, kemudian Ia mempelajari pula berbagai aliran silat Tiongkok Kuno. Selama 9 tahun ia bertapa, tekatnya menyusun suatu ilmu untuk mempertahankan diri dan dimaksudkan sebagai syarat dan mata pelajaran bagi calon pendeta Budha.

Sejak saat itu ilmu beladiri yang dikemukakannya telah menjadi bagian dari pendidikan keagamaan pada ZEN BUDHISME. Dharma Taishi tetap beranggapan, bahwa semua pengikutnya haruslah berfisik kuat guna melanjutkan usaha menyebar-luaskan ajaran Budha yang cukup berat tersebut.

Dalam cerita silat klasik Tiongkok, sering dijumpai nama TATMO COWSU. Nama ini tidak lain adalah yang dimaksud adalah Dharma Taishi sendiri, yang menciptakan seni beladiri SHORINJI KEMPO atau SIAW LIEM SIE KUNG-FU.

Seni beladiri ini dilatih secara khusus kepada para calon Biksu didikannya, dan diajarkan secara rahasia dalam KUIL Shorinji. Selain anggota tidak boleh melihat atau masuk ke dalam kuil. Namun keampuhan seni beladiri ciptaannya itu dengan cepat pula menjadi buah bibir masyarakat sekitarnya, bahkan menjalar luas sampai di daratan Tiongkok.

2. FALSAFAH KEMPO

Karena seni beladiri KEMPO waktu itu menjadi sebagian dari latihan bagi para calon Bikshu, dengan sendirinya ilmu tersebut harus mempunyai dasar falsafah yang kuat. Dengan dilandasi ajaran Budha yang dilarang membunuh dan menyakiti, maka pada semua KENSHI (pemain kempo) dilarang untuk menyerang terlebih dahulu sebelum di serang. Hal ini juga menjadi Doktrin Kempo, bahwa “ Peranginlah Dirimu Sebelum Memerangin Orang Lain “.

Cukup lama sejak meletus perang Boxer, nama Shorinji Kempo menghilang. Bahkan di Tiongkok sendiri, ketika kaum KUN CHAN TANG (Partai Komunis Tiongkok) berkuasa, Kempo juga mengalamin kemunduran (Set–back). Gerak / Teknik kempo yang diperbolehkan muncul ketika itu hanyalah yang menyerupai senam belaka (TAI KYO KUEN).

Berdasarkan doktrin tersebut diatas, maka hal ini sangat mempengaruhi susunan teknik beladiri ini, sehingga gerakan-gerakan teknik selalu dimulai dengan mengelak / menangkis serangan dahulu, baru dimulai dengan membalas. Selanjutnya disesuaikan / ditingkatkan menurut kebutuhan, yaitu disesuaikan dengan keadaan serangan lawan. Artinya bila lawan tersebut sedang dalam keadaan khilaf, cukup dengan elakan saja dan seterusnya. Dharma Taishi selalu mengajarkan bahwa disamping dilarang menyerang, juga tidak selalu setiap serangan itu harus dibalas dengan kekerasan.

Demikiianlah ilmu Kempo itu lahirlah apa yang berbentuk mengelak saja, cukup menekukkan bagian-bagian badan lawan, kemudian mengunci dan apabila terpaksa barulah dilakukan serangan penghancuran titik-titik kelemahan lawan, berupa tendangan, sikutan, pukulan dan sebagainya. Bentuk yang pertama dikenal sebagai JUHO dan yang berikutnya dikenal sebagai GOHO. Untuk itu bagi setiap kenshi diharuskan menguasai teknik GOHO (keras) dan JUHO (lunak), artinya tidak dibenarkan apabila hanya mementingkan pukulan, tendangan saja dan melupakan bantingan dan lipatan-lipatan.

3. PERANG BOXER

Shorinji Kempo sendiri mengalami perkembangan pesat di dataran Tiongkok. Pengikutnya kian bertambah banyak, sebab itu Shorinji Kempo kian berpengaruh dalam masyarakat Tiongkok.

Di awal abad XX tahun 1900 – 1901, di Tiongkok meletuslah perlawanan rakyat menentang masuknya Kolonialisme Barat dan banyak pengikut Shorinji Kempo melibatkan diri dalam perlawanan rakyat. Pemberontakan diawal abad XX tersebut akhirnya menjadi suatu pergerakan nasional dan disokong oleh Raru TZE SJI, yang juga ingin membersihkan tanah airnya dari penjajahan bangsa Barat. Dengan mengerahkan bantuan yang besar dan juga mempergunakan peralatan perang mutakhir, pihak Kolonialisme Barat akhirnya mampu mematahkan perlawanan rakyat Tiongkok. Perang tersebut menelan jutaan korban itu, terkenal dengan sebutan “PERANG BOXER” dan oleh Kolonialisme Barat, penggikut-pengikut Dharma Taishi dikejar dan dibunuh, organisasinya dilarang, kuil-kuil Shorinji dirusak dan dibakar. Meskipun masih banyak pengikut Shorinji Kempo dan juga Bikshu-bikshu yang sempat meloloskan diri dari kejaran pasukan penjajah. Kebanyakan dari mereka yang meloloskan diri tersebut masih berusia muda dan belum menguasai seni beladiri yang diwariskan oleh Dharma Taishi tersebut. Dan mereka melarikan diri ke arah Timur dan Selatan dan mengajarkan aliran Shorinji yang mereka kuasai kepada pedagang-pedagang dari Okinawa, Taiwan dan juga Muangthai.

Karena tidak terorganisasinya kesatuan, maka penyebaran Shorinji mulai membentuk seni beladiri baru. Mereka yang melarikan diri ke Muangthai dengan hanya menguasai teknik GOHO (memukul, menendang, dan menangkis), yang mempengaruhi perkembangan seni beladiri yang ada di daerah tersebut. Maka munculah apa yang disebut “THAI BOXING”. Dalam gerakan seni beladiri ini mirip sekali dengan sebagian gerakan-gerakan yang ada di Kempo (silat GOHO-nya). Ajaran Shorinji terutama teknik GOHO juga mempengaruhi seni beladiri yang ada di Okinawa (pulau ujung sebelah Selatan Jepang) dan timbulah seni beladiri yang dinamakan OKINAWATE (kemudian dikenal sebagai KARATE).

Mereka yang melarikan diri di kepulauan Jepang lainnya dan menguasai teknik JUHO (lunak) juga mempengaruhi seni beladiri yang ada daerah-daerah tersebut. Dari JUHO munculah seni beladiri JU-JIT-SHU (JU berarti lembut, lenting dan fleksibel). Juga lahirlah teknik JUHO seni beladiri AIKIDO dan JUDO, maka tidaklah heran walaupun Kempo baru mulai bangkit kembali setelah Perang Dunia II, setelah menghilang beberapa waktu lamanya, namun aliran-aliran seni beladiri lainnya tersebut tetap bersumber dari Shorinji Kempo sebagai seni beladiri yang tertua.