Tempat Latihan:
1. Dojo Sumpah Pemuda
Tempat : Gelanggang Olah Raga Sumpah Pemuda
Hari : Rabu, Jum'at Jam 19.30 s/d selesai dan Minggu Jam 08.00 s/d selesai
Contact Person : Fina 089632552899 & 082380729255
2. Dojo Saburai
Tempat : Gelanggang Olah Raga Saburai
Hari : Senin dan Kamis Jam 19.30 s/d selesai
Contact Person : Robby 081272847747
3. Dojo Nusa Indah
Tempat : Jln. Nusa Indah No. 49 Kel. Rawa Laut Kec. Tanjung Karang Timur
Hari : Senin dan Kamis Jam 15.30 s/d selesai
Contact Person : Misgi 085269143917
4. Dojo Beringin Raya
Tempat : Jln. Lombok Blok D9 Perum Beringin Raya Kemiling
Hari : Senin dan Rabu Jam 19.30 s/d selesai
Contact Person : Oscar 082178333310
5. Dojo Gedung Air
Tempat : Aula Kelurahan Gedung Air Imam Bonjol
Hari : Selasa dan Jum'at Jam 19.30 s/d selesai
Contact Person: Daus 085381121009 & 085769933001
6. Dojo Darmajaya
Tempat : Jln. Z.A. Pagar Alam, Kampus IBI Darmajaya
Hari : Selasa dan kamis Jam 15.30 s/d selesai
Contact Person : Adhi 08975782805 & 082371130814
Kempo Lampung
Minggu, Desember 9
Minggu, November 18
Sejarah Kempo
1. LAHIRNYA SIAW LIEM SIE KUNG FU
Sekitar tahun 550 Masehi, Dharma Taishi,
biksu Budha ke-28 pindah dari tempat tinggalnya di Baramon, India ke
Tiongkok. Kemudian ia menetap di kuil Siauw Liem Sie, di dekat kota
Enshi, Propinsi Kwa Nam.
Selama
di dalam perjalanan kepindahan dan pengembaraannya dari India ke
Tiongkok, Dharma Taishi menyebarkan agama Budha dan mengalami banyak
tantangan, hinaan dan ancaman yang nyaris merenggut jiwanya. Dari
pengalamannya tersebut timbul keyakinan di dalam dirinya, bahwa seorang
calon biksu sebaiknya juga melengkapi dan melatih ketahaan jasmaninya,
disamping membersihkan rohaninya untuk mencapai nirwana dengan
bersemedi.
Dalam
ajaran Budha diyakini bahwa hidup berasal dari kosong atau tiada, dan
kemudian dilengkapi oleh Dharma Taishi, tentang keyakinan bahwa hidup
tidaklah mencapai kesempurnaan apabila tidak dapat membela dan membantu
sesama yang ditimpa atau mengalami kemalangan.
Dharma
Taishi selama bermukim di India belajar Indo-Kempo (silat India).
Berbagai tantangan yang dihadapinya dalam proses kepindahan dan
pengembaraannya di Tiongkok, membuatnya mempelajari pula berbagai
aliran silat Tiongkok kuno. Ia mengasingkan diri dan bertapa selama 9
(sembilan) tahun dan bertekad serta berhasil menyusun suatu seni
mempertahankan diri yang dimaksudkan sebagai syarat dan mata pelajaran
bagi calon biksu Budha. Sejak itu seni beladiri yang disusunnya itu
telah menjadi bagian dari pendidikan keagamaan Zen Budhisme.
Nama
Tatmo Cowsu yang sering muncul dalam cerita silat klasik Tiongkok tidak
lain adalah Dharma Taishi yang menciptakan seni beladiri Siauw Liem Sie
Kung Fu. Seni beladiri ini diajarkan secara rahasia kepada calon biksu
di dalam kuil Siau Liem Sie.
2. PERANG BOXER
Awal abad ke-20 pada tahun 1900–1901, di Tiongkok meletus perlawanan rakyat menentang kolonial Barat yang didukung oleh Ratu Tze Sji. Perang ini dikenal sebagai Perang Boxer. Perang ini dinyatakan sebagai Perang Boxer karena para pelakunya kebanyakan hanya mempergunakan kaki dan tangannya saja yaitu para murid-murid Siauw Liem Sie Kung Fu (yang di dalam bahasa Jepang dieja sebagai Shorinji Kempo), yang bertempur dengan gagah perkasa melawan persenjataan yang jauh lebih modern dari pihak kolonial Barat. Pihak Pihak kolonial Barat kemudian mampu mematahkan perlawanan rakyat Tiongkok berkat bala tentara yang besar dan peralatan perangnya yang lebih canggih. Banyak biksu dan pengikut Kempo yang melibatkan diri dalam perlawanan rakyat tersebut banyak yang dianiaya dan dibunuh. Organisasi dan latihan seni beladiri Siaw Liem Sie Kung Fu (Shorinji Kempo) dilarang dan kuil-kuil Siauw Liem Sie dirusak dan dibakar.
Para
biksu dan murid-murid Siaw Liem Sie Kung Fu (Shorinji Kempo) banyak
yang berhasil lolos dan melarikan diri kebeberapa daerah bahkan sampai
keluar dari daratan Tiongkok. Kebanyakan dari mereka masih berusia muda
dan belum sepenuhnya menguasai seni beladiri Kempo. Mereka yang lebih
menguasai teknik Goho(menangkis, memukul dan menendang) banyak yang
melarikan diri ke Muangthai dan mempengaruhi perkembangan seni beladiri
di daerah tersebut, sehingga muncul beladiri Thai Boxing. Adapun yang
melarikan diri ke kepulauan Okinawa (disebelah selatan Jepang) membentuk
beladiri Okinawate (sekarang Karate). Mereka yang melarikan diri ke
kepulauan Jepang lainyya dan lebih menguasai teknik Juho (membanting dan
mengunci) akhirnya membentuk beladiri Ju-Jitsu, Aikido dan Judo. Siauw
Liem Sie Kung Fu atau Shorinji Kempo merupakan seni beladiri yang
tertua.
3. DOKTRIN SIAW LIEM SIE KUNG FU - SHORINJI KEMPO
Dengan dilandasi keyakinan bahwa sesama manusia dilarang saling membunuh dan menyakiti, maka setiap Kenshi (orang yang mempelajari seni beladiri Kempo) dilarang untuk menyerang terlebih dahulu sebelum diserang. Hal ini merupakan realisasi dari dan sesuai dengan Doktrin Kempo yaitu :
"Perangilah dirimu sebelum memerangi orang lain"
Doktrin
ini mempengaruhi susunan teknik seni beladiri Kempo, sehingga gerakan
teknik selalu dimulai dengan teknik mengelak atau menangkis serangan,
baru kemudian dilanjutkan dengan teknik membalas menyerang dengan cara
memukul dan/atau menendang, gerakan atau teknik ini dinamakan Goho,
artinya gerakan atau teknik yang keras. Selanjutnya gerakan atau teknik
Goho ini diikuti dengan teknik membanting dan mengunci, gerakan atau
teknik ini dinamakan Juho, artinya gerakan atau teknik yang lunak. Kedua teknik ini, Goho dan Juho, wajib dikuasai secara seimbang oleh seorang Kenshi.
4. LAHIR KEMBALI DAN BERKEMBANGNYA SHORINJI KEMPO
Sekian
lama setelah meletusnya Perang Boxer, eksistensi Siaw Liem Sie Kung Fu
secara fisik menghilang. Di Tiongkok Siaw Liem Sie Kung Fu semakin
mengalami kemunduran ketika Kung Chan Tang (Partai Komunis
Tiongkok) berkuasa. Gerakan teknik Siaw Liem Sie Kung Fu yang
diperbolehkan ketika itu hanyalah yang menyerupai senam saja (Tai Kyo-Kuen).
Di
Jepang sendiri Siaw Liem Sie Kung Fu atau Shorinji Kempo baru bangkit
setelah Perang Dunia ke-II, yaitu pada tahun 1945. Sejarahnya dimulai
ketika seorang pemuda Jepang bernama So Doshin dikirim ke Tiongkok
sebagai anggota pasukan ekspedisi Jepang ke Manchuria pada tahun 1928.
So Doshin yang tidak sepaham dengan cara penjajahan Jepang melarikan
diri dari induk pasukannya dan mengembara di daratan Tiongkok. Dalam
pengembaraannya ia bertemu dengan pendeta Budha dan belajar Kung Fu di
kuil Siaw Liem Sie dibawah asuhan Wen Tay Son,
Mahaguru Kempo ke-20. Berkat ketekunan dan penguasaan Kempo yang baik,
So Doshin akhirnya dinobatkan menjadi Mahaguru ke-21, menggantikan Wen
Tay Son yang meninggal dunia.
Pada
tahun 1945 setelah 17 tahun belajar di kuil Siaw Liem Sie, dan
berakhirnya Perang Dunia II, So Doshin kembali ke Jepang. Di Jepang ia
mendirikan Dojo (tempat berlatih) seni beladiri yang dinamakannya "Shorinji Kempo"
di kota Tadotsu yang terletak di pulau Shikoku, Propinsi Kagawa, yang
kemudian terkenal sebagai pusat Shorinji Kempo. Banyak murid So Doshin
yang berasal dari daerah di sekitar dojo tersebut, maupun dari daerah
lain di luar Jepang. So Doshin menerapkan disiplin yang tinggi, namun
penuh welas asih yang mencerminkan falsafah dan lambang Shorinji Kempo
berupa Manji yang berputar ke kiri, yang berarti adanya dan
dipeliharanya keseimbangan dan keharmonisan antara Kasih sayang dan
Kekuatan.
"Kasih Sayang tanpa Kekuatan adalah Kelemahan, Kekuatan tanpa Kasih Sayang adalah Kezaliman"
5. Shorinji Kempo di Indonesia
Sejak
akhir tahun 1959, pemerintah Jepang menerima mahasiwa dan pemuda
Indonesia untuk belajar dan latihan sebagai salah satu bentuk pembayaran
pampasan perang. Sejak itu secara bergelombang dari tahun ke tahun
sampai tahun 1965, ratusan mahasiswa dan pemuda Indonesia mendapat
kesempatan belajar di Jepang. Tidak sedikit diantara mereka itu
memanfaatkan waktu senggang dan liburannya untuk belajar serta
memperdalam seni beladiri seperti Karate, Judo, Ju Jit Su dan juga
Shorinji Kempo.
Sepulangnya di tanah air, mereka bukan saja menggondol ijazah sesuai dengan bidang studinya tetapi juga memperoleh tambahan berupa penguasaan seni bela diri seperti tersebut diatas. Pada tahun 1964, dalam suatu acara kesenian yang dipertunjukkan mahasiswa Indonesia untuk menyambut tamu-tamu dari tanah airnya, seorang pemuda yang bernama UTIN SAHRAS mendemonstrasikan kebolehannya bermain Kempo. Ia datang di Jepang pada tahun 1960 dan tinggal di Tokyo sebagai Trainee Pampasan.
Apa yang didemonstrasikannya itu menarik minat pemuda dan mahasiswa Indonesia lainnya, diantaranya Indra Kartasasmita dan Ginanjar Kartasasmita serta beberapa orang lainnya. Mereka lalu datang ke pusat Shorinji Kempo di kota Tadotsu untuk menimba langsung seni bela diri itu dari Sihangnya.
Untuk meneruskan warisan seni bela diri itu seperti apa yang mereka peroleh di Jepang, ketiga pemuda itu, yaitu Utin Syahraz (almarhum), Indra Kartasasmita dan Ginanjar Kartasasmita, bertekad melahirkan dan membentuk suatu wadah yang bernama PERKEMI (Persaudaraan Bela Diri Kempo Indonesia), dan resmi dibentuk pada tanggal 2 Februari 1966. Kini PERKEMI telah melahirkan jutaan kenshi yang tersebar diseluruh Indonesia. Selain itu merupakan salah satu organisasi induk yang bernaung di bawah KONI Pusat, PERKEMI juga menjadi anggota penuh dari Federasi Kempo se-Dunia atau WOSKO (World Shorinji Kempo Organization), yang berpusat di kuil Shorinji Kempo di kota Tadotsu, Jepang.
Sepulangnya di tanah air, mereka bukan saja menggondol ijazah sesuai dengan bidang studinya tetapi juga memperoleh tambahan berupa penguasaan seni bela diri seperti tersebut diatas. Pada tahun 1964, dalam suatu acara kesenian yang dipertunjukkan mahasiswa Indonesia untuk menyambut tamu-tamu dari tanah airnya, seorang pemuda yang bernama UTIN SAHRAS mendemonstrasikan kebolehannya bermain Kempo. Ia datang di Jepang pada tahun 1960 dan tinggal di Tokyo sebagai Trainee Pampasan.
Apa yang didemonstrasikannya itu menarik minat pemuda dan mahasiswa Indonesia lainnya, diantaranya Indra Kartasasmita dan Ginanjar Kartasasmita serta beberapa orang lainnya. Mereka lalu datang ke pusat Shorinji Kempo di kota Tadotsu untuk menimba langsung seni bela diri itu dari Sihangnya.
Untuk meneruskan warisan seni bela diri itu seperti apa yang mereka peroleh di Jepang, ketiga pemuda itu, yaitu Utin Syahraz (almarhum), Indra Kartasasmita dan Ginanjar Kartasasmita, bertekad melahirkan dan membentuk suatu wadah yang bernama PERKEMI (Persaudaraan Bela Diri Kempo Indonesia), dan resmi dibentuk pada tanggal 2 Februari 1966. Kini PERKEMI telah melahirkan jutaan kenshi yang tersebar diseluruh Indonesia. Selain itu merupakan salah satu organisasi induk yang bernaung di bawah KONI Pusat, PERKEMI juga menjadi anggota penuh dari Federasi Kempo se-Dunia atau WOSKO (World Shorinji Kempo Organization), yang berpusat di kuil Shorinji Kempo di kota Tadotsu, Jepang.
Sejak tahun 1966 sampai tahun 1976, PB. PERKEMI mengadakan pemilihan pengurus setiap dua tahun sekali. Tapi sejak
tahun 1976 sampai sekarang masa bakti pengurus berlangsung selama empat
tahun. Sejak didirikannya pada tanggal 2 Februari 1966, PB. PERKEMI
telah banyak melakukan kegiatan yang sifatnya lokal, nasional dan
internasional. Tahun 1970 telah diselenggarakan Kejuaraan Nasional Kempo
yang pertama di Jakarta, dan sampai sekarang masih terus berlanjut.
Begitu juga dengan Kejuaraan antar Perguruan Tinggi, dimana diadakan
pertama kalinya pada tahun 1971 yang sampai sekarang berjalan terus
setiap dua tahun sekali. Selain itu sejak PON IX/1977 di Jakarta, Kempo
termasuk salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan.
Perkembangan hingga kini, sangat membanggakan dengan dicanangkannya PERKEMI Go International
melalui terobosan-terobosan yang penuh dedikasi dan perjuangan yang tak
pernah lelah, dimulai sekitar tahun 2003, maka babak baru PERKEMI
dengan tampilnya Kempo di ajang SEA GAMES 24 Thailand menunjukkan
PERKEMI mampu mendobrak kekakuan Jepang di dalam mengembangkan Kempo
pada kegiatan multievent internasional/regional melalui multievent SEA
GAMES, dan akan diusahakan terus menapak ke level Asian Games dan bahkan
Olimpiade.
1. KEMPO DAN BUDHISME
Seketika
orang berkesimpulan bahwa ilmu beladiri Kempo berasal dari dataran
Tiongkok. Namun anggapan seperti ini tidaklah semuanya benar. Kira-kira
tahun 550 M. Pendeta Budha ke 28 yang bernama Dharma Taishi pindah dari
tempat tinggalnya di Baramon (India) ke daratan Tiongkok. Ia menetap
disebuah Kuil yang bernama SIAU LIEM SIE atau dikenal kemudian dengan
sebutan SHORINJI yang terletak di Provinsi KWAN NAN.
Selama
dalam perjalanan dari pengembaraannya, Dharma Taishi juga menyebarkan
ajaran agama Budha. Dalam tugasnya ini, tidak sedikit tantangan,
ancaman dan hinaan yang dialaminya. Bahkan nyaris merenggut jiwanya.
Dari pengalaman-pengalamannya itu timbullah anggapan dalam dirinya,
bahwa seseorang calon Bikshu sebaiknya juga melatih diri dengan
ketahanan jasmaninya, disamping membersihkan rohaninya untuk mencapai
nirwana dengan bersemedi.
Hidup adalah suatu perjuangan!
Demikianlah telah menjadi hukum alam. Untuk dapat servive di alam yang
fana ini, Tuhan telah mentakdirkan memberikan alat-alat untuk
mempertahankan diri kepada makhluk ciptaannya.
Dalam ajaran
agama Budha, dikatakan bahwa Hidup itu berasal dari “kosong” atau
“tiada”. Namun oleh Dharma Taishi dilengkapinya, bahwa tidak ada
gunanya menjadi “kosong” atau “suci”, jika tidak dapat atau tidak bisa
membela sesama manusia yang ditimpa kemalangan dan butuh bantuan atau
pertolongan kita.
Dharma Taishi yang bergelar Pendeta Budha
ke-28 selama di India pernah belajar INDO KEMPO (silat India), dan
karena tantangan-tantangan yang dihadapi dalam pengembaraannya di
Tiongkok, kemudian Ia mempelajari pula berbagai aliran silat Tiongkok
Kuno. Selama 9 tahun ia bertapa, tekatnya menyusun suatu ilmu untuk
mempertahankan diri dan dimaksudkan sebagai syarat dan mata pelajaran
bagi calon pendeta Budha.
Sejak saat itu ilmu beladiri yang
dikemukakannya telah menjadi bagian dari pendidikan keagamaan pada ZEN
BUDHISME. Dharma Taishi tetap beranggapan, bahwa semua pengikutnya
haruslah berfisik kuat guna melanjutkan usaha menyebar-luaskan ajaran
Budha yang cukup berat tersebut.
Dalam cerita silat klasik
Tiongkok, sering dijumpai nama TATMO COWSU. Nama ini tidak lain adalah
yang dimaksud adalah Dharma Taishi sendiri, yang menciptakan seni
beladiri SHORINJI KEMPO atau SIAW LIEM SIE KUNG-FU.
Seni
beladiri ini dilatih secara khusus kepada para calon Biksu didikannya,
dan diajarkan secara rahasia dalam KUIL Shorinji. Selain anggota tidak
boleh melihat atau masuk ke dalam kuil. Namun keampuhan seni beladiri
ciptaannya itu dengan cepat pula menjadi buah bibir masyarakat
sekitarnya, bahkan menjalar luas sampai di daratan Tiongkok.
2. FALSAFAH KEMPO
Karena
seni beladiri KEMPO waktu itu menjadi sebagian dari latihan bagi para
calon Bikshu, dengan sendirinya ilmu tersebut harus mempunyai dasar
falsafah yang kuat. Dengan dilandasi ajaran Budha yang dilarang
membunuh dan menyakiti, maka pada semua KENSHI (pemain kempo) dilarang
untuk menyerang terlebih dahulu sebelum di serang. Hal ini juga menjadi
Doktrin Kempo, bahwa “ Peranginlah Dirimu Sebelum Memerangin Orang Lain
“.
Cukup lama sejak meletus perang Boxer, nama Shorinji Kempo
menghilang. Bahkan di Tiongkok sendiri, ketika kaum KUN CHAN TANG
(Partai Komunis Tiongkok) berkuasa, Kempo juga mengalamin kemunduran
(Set–back). Gerak / Teknik kempo yang diperbolehkan muncul ketika itu
hanyalah yang menyerupai senam belaka (TAI KYO KUEN).
Berdasarkan
doktrin tersebut diatas, maka hal ini sangat mempengaruhi susunan
teknik beladiri ini, sehingga gerakan-gerakan teknik selalu dimulai
dengan mengelak / menangkis serangan dahulu, baru dimulai dengan
membalas. Selanjutnya disesuaikan / ditingkatkan menurut kebutuhan,
yaitu disesuaikan dengan keadaan serangan lawan. Artinya bila lawan
tersebut sedang dalam keadaan khilaf, cukup dengan elakan saja dan
seterusnya. Dharma Taishi selalu mengajarkan bahwa disamping dilarang
menyerang, juga tidak selalu setiap serangan itu harus dibalas dengan
kekerasan.
Demikiianlah ilmu Kempo itu lahirlah apa yang
berbentuk mengelak saja, cukup menekukkan bagian-bagian badan lawan,
kemudian mengunci dan apabila terpaksa barulah dilakukan serangan
penghancuran titik-titik kelemahan lawan, berupa tendangan, sikutan,
pukulan dan sebagainya. Bentuk yang pertama dikenal sebagai JUHO dan
yang berikutnya dikenal sebagai GOHO. Untuk itu bagi setiap kenshi
diharuskan menguasai teknik GOHO (keras) dan JUHO (lunak), artinya
tidak dibenarkan apabila hanya mementingkan pukulan, tendangan saja dan
melupakan bantingan dan lipatan-lipatan.
3. PERANG BOXER
Shorinji
Kempo sendiri mengalami perkembangan pesat di dataran Tiongkok.
Pengikutnya kian bertambah banyak, sebab itu Shorinji Kempo kian
berpengaruh dalam masyarakat Tiongkok.
Di awal abad XX tahun
1900 – 1901, di Tiongkok meletuslah perlawanan rakyat menentang
masuknya Kolonialisme Barat dan banyak pengikut Shorinji Kempo
melibatkan diri dalam perlawanan rakyat. Pemberontakan diawal abad XX
tersebut akhirnya menjadi suatu pergerakan nasional dan disokong oleh
Raru TZE SJI, yang juga ingin membersihkan tanah airnya dari penjajahan
bangsa Barat. Dengan mengerahkan bantuan yang besar dan juga
mempergunakan peralatan perang mutakhir, pihak Kolonialisme Barat
akhirnya mampu mematahkan perlawanan rakyat Tiongkok. Perang tersebut
menelan jutaan korban itu, terkenal dengan sebutan “PERANG BOXER” dan
oleh Kolonialisme Barat, penggikut-pengikut Dharma Taishi dikejar dan
dibunuh, organisasinya dilarang, kuil-kuil Shorinji dirusak dan
dibakar. Meskipun masih banyak pengikut Shorinji Kempo dan juga
Bikshu-bikshu yang sempat meloloskan diri dari kejaran pasukan
penjajah. Kebanyakan dari mereka yang meloloskan diri tersebut masih
berusia muda dan belum menguasai seni beladiri yang diwariskan oleh
Dharma Taishi tersebut. Dan mereka melarikan diri ke arah Timur dan
Selatan dan mengajarkan aliran Shorinji yang mereka kuasai kepada
pedagang-pedagang dari Okinawa, Taiwan dan juga Muangthai.
Karena
tidak terorganisasinya kesatuan, maka penyebaran Shorinji mulai
membentuk seni beladiri baru. Mereka yang melarikan diri ke Muangthai
dengan hanya menguasai teknik GOHO (memukul, menendang, dan menangkis),
yang mempengaruhi perkembangan seni beladiri yang ada di daerah
tersebut. Maka munculah apa yang disebut “THAI BOXING”. Dalam gerakan
seni beladiri ini mirip sekali dengan sebagian gerakan-gerakan yang ada
di Kempo (silat GOHO-nya). Ajaran Shorinji terutama teknik GOHO juga
mempengaruhi seni beladiri yang ada di Okinawa (pulau ujung sebelah
Selatan Jepang) dan timbulah seni beladiri yang dinamakan OKINAWATE
(kemudian dikenal sebagai KARATE).
Mereka yang melarikan diri di
kepulauan Jepang lainnya dan menguasai teknik JUHO (lunak) juga
mempengaruhi seni beladiri yang ada daerah-daerah tersebut. Dari JUHO
munculah seni beladiri JU-JIT-SHU (JU berarti lembut, lenting dan
fleksibel). Juga lahirlah teknik JUHO seni beladiri AIKIDO dan JUDO,
maka tidaklah heran walaupun Kempo baru mulai bangkit kembali setelah
Perang Dunia II, setelah menghilang beberapa waktu lamanya, namun
aliran-aliran seni beladiri lainnya tersebut tetap bersumber dari
Shorinji Kempo sebagai seni beladiri yang tertua.
Langganan:
Postingan (Atom)